apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap
1 Pengertian beriman kepada Qada’ dan Qadar. Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada
Adalahsuatu kebahagian yang sangat tinggi bagi seorang hamba apabila kita dapat beribadah dan mengabdi kepada Allah dengan penuh ikhlas. Serta dapat memberikan kebahagian kepada orangtua dan keluarga kita, kerabat, tetangga, kawan2 dan manusia lain, hanya untuk mencari ridoNya. Tapi jika dia terkena musibah atau gagal dalam usaha, maka dia
Jualbeli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak. Jumhur ulama tidak membedakan antara fasid dan batal. Dengan kata lain, menurut Jumhur Ulama, hukum jual-beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli shahih dan jual beli fasid. Jual beli yang diharamkan dalam islam adalah sebagai berikut : 1.
APAITU ANDRAGOGI = PENGERTIAN ANDRAGOGI. Posted by Admin Posted on 11.00 with 2 comments. ANDRAGOGI (Sebuah Konsep Teoritik)A. PengertianAndragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu untuk membantu
Kitadapat melihat ini berlaku terutamanya penduduk di bandar. Masyarakat bersikap "Seperti enau dalam belukar melepaskan pucuk masing-masing" kerana mereka lebih mementingkan diri sendiri berbanding semangat kejiranan. Oleh hal yang demikian, usaha-usaha untuk memupuk semangat ini dalam kalangan masyarakat Malaysia harus dilaksanakan
Site De Rencontre Gratuit Le Plus Efficace. Pengertian Ikhtiar dan Usaha – Setiap orang Islam wajib percaya kepada qadha’ dan qadar Allah. Tetapi, ajaran Islam menganjurkan agar orang wajib berihtiar atau berusaha dalam kehidupannya sehari-hari. Begitu juga dalam segala usaha untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, orang harus berusaha semaksimal mungkin, baik dengan beribadah, berdoa maupun dengan beramal sholeh, Ikhtiar atau usaha adalah suatu langkah atau perbuatan manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya atau yang dicita-citakannya. Dalam berikhtiar, manusia tidak perlu memikirkan tentang takdir yang akan berlaku pada dirinya. Sebab setiap orang tidak mungkin akan mengetahui nasibnya di masa yang akan datang. Yang terpenting bagi seorang manusia yaitu berikhtiar dengan sekuat tenaga, tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu takdir yang baik. Dalil Tentang Ikhtiar dan Usaha Allah swt telah berfirman bahwa nasib suatu kaum/umat akan berubah apabila umat/kaum itu sendiri yang merubahnya. Dan berikut ini ayatnya Allah swt berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka itu mengubah nasibnya sendiri. Ar-Ra’ad ayat 11. Dalam ayat lain Allah swt juga berfirman yang isinya agar hamba-Nya banyak bekerja atau berikhtiar, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105 yang artinya Dan katakanlah Hai Muhammad. Bekerjalah kamu semua. Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang mukmim akan melihat hasil pekerjaanmu. Di ayat lain Allah swt berfirman yang artinya …..Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antaramu, baik laki-laki atau perempuan. Ali-Imran ayat 195 Dalam An-Najm ayat 39-41 Allah swt berfirman Dan bawha tiadalah yang akan diperoleh manusia hanyalah sekadar hasil usahanya. Usahanya itu akan dilihat, kemudian akan diberikan padanya ganjaran sepenuhnya. Di samping berusaha dengan segala daya dan kekuatan fisik, orang-orang beriman hendaknya juga berikhtiar secara batin yaitu dengan jalan berdoa dan memohon kepada Allah set Tuhan Yang Maha Menentukan Qadha dan Qadar bagi semua makhluknya. Dipandang dari segi ini, maka berdoa dapat menggerakkan ikhtiar manusia secara fisik. Apalagi Allah swt telah menjanjikan bahwa siapa di antara hamba-hamba-Nya yang berdoa dengan yakin dan ikhlas pasti akan dikabulkan-Nya. Dalam Al-Quran surat Al-Mukmin ayat 60 Allah swt berfirman … Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan permohonanmu Dalam berikhtiar, Islam mengajarkan agar jangan lekas menyerah. Apabila mencapai sesuatu sesuai degan keinginan, maka bersyukurlah kepada Allah swt. Tetapi apabia mengalami kegagalan, maka pelajarilah lebih dahulu sebab-sebab kegagalan itu. Kemudian usahakan perbaikan-perbaikannya, sehingga kegagalan itu tidak terulang kembali. Anggaplah kegagalan itu hanya merupakan kesuksesan yang tertunda, dan sebagai orang mukmin kita tidak boleh cepat putus asa sebagaimana Firman Allah swt dalam Yusuf ayat 87 yang artinya ….Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Oleh karena itulah manusia diwajibkan untuk berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Tidak boleh malas, karena menunggu takdir. Nabi saw bersabda Bekerjalah untuk kepentingan duniamu, seakan-akan kamu akan hidup untuk selama-lamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seakan-akan kamu akan mati besok. Muslim. Pengertian Ikhtiar dan Usaha
Ilustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Ikhtiar adalah usaha seseorang dalam memperoleh suatu keinginan. Akhlak ini merupakan salah satu sikap yang diajarkan Rasulullah untuk para Kamus Besar Bahasa Indonesia, ikhtiar mengandung beberapa arti yaitu syarat untuk mencapai tujuan, usaha dan upaya. Sedangkan menurut istilah, ikhtiar adalah proses usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai diberikan potensi oleh Allah untuk membentuk kehidupan yang lebih baik dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq karya Taofik Yusmansyah, ikhtiar manusia dijelaskan dalam penggalan surat Ar Rad ayat 11, yang berbunyiاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗArtinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan manusia agar senantiasa untuk berusaha atau berikhtiar. Selain itu, setiap manusia dianjurkan untuk tidak mudah putus asa, selalu ingin menemukan hal-hal baru, dan tidak cepat merasa puas atas apa yang telah hadits Rasulullah disebutkan bahwa orang yang berikhtiar lebih baik dari pada orang yang meminta-minta. Sebagaimana dikutip dari buku Tetaplah Tawakkal! karya Ustadz Muhammad Salim As-Suburi berikutDari Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya. Sungguh, salah seorang dari kalian pergi yang mengambil talinya lalu dia mencari kayu bakar dan dipikulkan ikatan kayu itu di punggungnya. Itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberi maupun tidak memberinya.” HR. Bukhari Hadits tersebut sekaligus menegaskan bahwa ikhtiar wajib dilakukan oleh seluruh umat Muslim. Sebab, harta yang diperoleh dari ikhtiar nilainya jauh lebih baik dan berkah daripada hasil ikhtiarIlustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Di balik perintah untuk berikhtiar, terdapat manfaat yang sangat besar bagi manusia. Sebab, Allah tidak akan mewajibkan sesuatu apabila tidak mengandung fadilah di dari buku Diabaikan Allah Dibenci Rasulullah karya Rizem Aizid, berikut beberapa manfaat dari ikhtiarMendapatkan kepuasan batin, karena telah berusaha dengan segala kemampuan yang di hadapan Allah dan sesama dari sifat boros karena merasakan susahnya jerih payah sendiri dan jerih payah orang menggantungkan hidupnya kepada orang IkhtiarIlustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Islam telah mengatur segala aspek kehidupan agar umatnya selamat di dunia dan akhirat. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Akidah Akhlak Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII karya Masan AF, berikut adab yang harus diperhatikan dalam berikhtiarSetiap memulai ikhtiar atau usaha selalu dimulai dengan membaca pada diri sendiri bahwa sesuatu yang diusahakan adalah yang diridhai ikhtiar berupa pekerjaan, maka cintailah pekerjaan dengan sepenuh pekerjaan dengan ikhlas, sehingga seberat apa pun pekerjaan akan terasa waktu sebaik-baiknya, tidak menunda-nunda dalam bekerja. Misalnya datang dan pulang kerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Ikhtiar adalah – Dalam hidup pasti ada suatu keinginan, nah untuk mencapai keinginan dalam kehidupannya seseorang akan melakukan tiga hal yaitu ikhtiar, berdoa dan kemudian tawakal. Ketiganya tidak hanya dilakukan oleh manusia melainkan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Tidak hanya itu, pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh umat Islam melainkan seluruh umat manusia di dunia. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang ikhtiar, mulai dari pengertian hingga ciri-ciri orang yang berikhtiar. Jadi, tetap simak artikel ini sampai habis, Grameds. Pengertian IkhtiarHubungan Ikhtiar, Doa dan TawakalCiri-Ciri Orang yang Berikhtiar1. Bekerja Keras2. Selalu Bersungguh-sungguh3. Tidak Mudah Putus Asa4. Memiliki Sikap Tanggung Jawab5. Tekun dan Rajin BelajarContoh Ikhtiar Dalam KehidupanManfaat IkhtiarPerbedaan Ikhtiar dan Tawakal Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab yang berarti sama dengan berusaha. Secara istilah ikhtiar yaitu segala perbuatan yang dilakukan manusia untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau suatu usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya dan dilakukan secara sepenuh hati. Selain itu, ikhtiar bisa diartikan sebagai suatu cara untuk bersungguh-sungguh dan semaksimal mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan serta dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. Pengertian secara umum, ikhtiar dipandang sebagai sikap seorang muslim mengerahkan segala usaha yang dimilikinya. Sedangkan pengertian secara khusus, arti ikhtiar adalah salah satu senjata ampuh bagi umat muslim untuk berjuang meraih kesuksesan dunia. Itu artinya, dengan sikap ikhtiar, seorang muslim akan terhindar dari rasa ingin menyerah dan putus asa. Saat berikhtiar, seorang muslim juga akan lebih berpeluang dalam meraih segala hal yang dia inginkan. Bukan saja tentang keinginan dunia, melainkan juga keinginan tentang kehidupan di akhirat. Pasalnya, ikhtiar merupakan satu sikap yang dianjurkan untuk dimiliki umat muslim yang taat. Anjuran tentang untuk selalu berikhtiar tidak saja ada di pengajian-pengajian. Anjuran ini juga datang langsung dari Allah SWT melalui potongan ayat dalam ayat Alquran. Bahkan, beberapa kali Allah SWT menyinggung perihal ikhtiar dalam Al Quran Surat An Najm Ayat 39-42 berikut ini yaitu Wa al laisa lil-insāni illā mā sa’ā, wa anna sa’yahụ saufa yurā, ṡumma yujzāhul-jazā`al-aufā, wa anna ilā rabbikal-muntahā Artinya “Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, bahwa sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya, kemudian dia akan diberi balasan atas amalnya itu dengan balasan yang paling sempurna, bahwa sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahan segala sesuatu,” Di samping itu, Tafsir Tahlili juga menafsirkan, surah An Najm ayat 39-42 ini hendak menunjukkan tentang perintah Allah SWT agar hambaNya dapat senantiasa beramal dan berikhtiar. Apapun hasilnya, kewajiban manusia hanyalah berusaha dan hasilnya hanya Allah SWT yang dapat menentukan. Begitu juga ada sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya tentang ikhtiar. Hal ini membuktikan bahwa ikhtiar merupakan salah satu perkara penting bagi umat muslim. Seperti Sabda Rasulullah SAW sebagai berikut ini Artinya “Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Tangan diatas yaitu pemberi, sedang tangan dibawah yaitu peminta.” HR. Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033 Hubungan Ikhtiar, Doa dan Tawakal Pengertian ikhtiar adalah satu rangkaian dari tritunggal yaitu ikhtiar, doa dan tawakal. Bahkan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sehingga dalam mencapai suatu hal atau memenuhi kebutuhan, ketiganya perlu dilakukan bersamaan. Pada umumnya, secara urutan ikhtiar menduduki posisi pertama. Baru kemudian dibarengi dengan berdoa kemudian memupuk sikap bertawakal. Berarti ketiganya perlu dilakukan bersamaan dan dalam porsi yang seimbang. Ikhtiar tanpa doa dan tawakal tidak hanya menjadikan seseorang sombong melainkan juga terlalu ambisius. Biasanya, pelakunya menghalalkan segala cara dan kemudian mudah kecewa bahkan depresi saat keinginan dan kebutuhannya tidak tercapai. Sebaliknya, saat seseorang tawakal dan atau berdoa saja, ia termasuk golongan orang yang bodoh. Tuhan tidak akan mengulurkan tangannya secara langsung kepada hamba-Nya yang hanya meminta lewat doa di dalam rumah tanpa berusaha. Ciri-Ciri Orang yang Berikhtiar Berdasarkan penjelasan arti ikhtiar di atas, kita dapat simpulkan bahwa berikhtiar dalam hidup adalah sebuah keharusan. Namun, tentu tak bisa dimungkiri, menjadi seorang yang selalu berikhtiar bukanlah hal yang mudah. Butuh waktu dan proses untuk menjadi seorang yang menjalani hidup dengan penuh ikhtiar. Secara umum, seorang yang berikhtiar menunjukkan beberapa ciri. Berikut ciri-ciri orang yang berikhtiar dalam hidupnya yaitu 1. Bekerja Keras Seorang yang berikhtiar akan terus bekerja keras dalam menggapai sebuah mimpi. Mereka akan terus berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk mewujudkan mimpi atau cita-citanya. Manusia memiliki kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menjadi lebih baik dengan potensi fisik dan psikisnya. Allah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 6 yang artinya Artinya “Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari seluruh alam” Al ankabut ayat 6. Melalui kemampuan fisik dibantu atau tanpa kemampuan psikis yang tinggi, manusia dapat bekerja keras untuk berbuat kebaikan bagi dirinya sendiri Nawawi,1993164. Usaha yang keras tidak akan mengkhianati hasil yang ingin dicapai. Ikhtiar dilakukan dengan maksimal dan bersungguh-sungguh agar tercapai suatu yang diharapkan. Allah berjanji akan merubah kondisi suatu hamba setelah hamba tersebut bersungguh-sungguh mengubah kondisinya menuju lebih baik dengan jalan ikhtiar. 2. Selalu Bersungguh-sungguh Tidak hanya bekerja keras, orang yang berikhtiar juga akan menjalani kehidupannya dengan bersungguh-sungguh. Mereka mempunyai niat dan hati yang teguh dalam menetapkan dan berusaha meraih tujuan. 3. Tidak Mudah Putus Asa Seperti yang disinggung di awal, sikap ikhtiar akan menjauhkan seseorang dari rasa putus asa. Mereka meyakini bahwa setiap usaha yang dikerahkan, atas kuasa Allah SWT akan terbayarkan oleh hasil memuaskan. Sifat putus asa sangat dibenci oleh Allah. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 87 tentang larangan berputus asa yaitu Artinya “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” surat Yusuf ayat 87. Keputusasaan identik dengan kekufuran yang besar. Seseorang yang kekufurannya belum mencapai tingkat itu, dia biasanya tidak kehilangan harapan. Sebaliknya, semakin mantap keimanan seseorang, maka semakin besar pula harapannya bahwa keputusasaan hanya layak dari manusia durhaka karena menganggap bahwa kenikmatan yang hilang tidak akan kembali lagi. 4. Memiliki Sikap Tanggung Jawab Sikap tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Selain itu, tanggung jawab juga berarti berbuat sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Maka dari itu, tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku manusia untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. 5. Tekun dan Rajin Belajar Dengan belajar, manusia bisa hidup bermartabat dan membangun peradaban yang bersendikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam Islam belajar adalah ibadah. Bahkan, selama hidup kita adalah belajar buat pengalaman untuk menjadi lebih baik. Pengalaman adalah pelajaran terbaik. Dengan belajar pun kita dapat memperdalam agama Islam lebih jauh untuk mendapat ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW berikut ini Artinya “Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” HR Muslim no. 1631. Belajar itu bukan sekadar datang ke sekolah untuk mendengar dan mencatat apa yang disampaikan guru, melainkan juga berusaha mengembangkan pemikiran, pengetahuan, kepribadian, moralitas dan profesionalitas. Contoh Ikhtiar Dalam Kehidupan Ikhtiar adalah berusaha sungguh-sungguh dengan cara terbaik yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut contoh ikhtiar dalam kehidupan sehari-hari yaitu Seorang siswa giat belajar karena ingin mendapatkan prestasi yang baik. Bekerja keras karena ingin menjadi sukses. Bertobat kepada Allah SWT karena ingin mendapatkan ampunan-Nya Rajin beribadah dengan menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya karena ingin mendapatkan rahmat Allah SWT. Saat sedang sakit, seseorang berobat dengan mengharapkan kesembuhan dari Allah SWT. Saat sedang sakit, seseorang berobat dengan mengharapkan kesembuhan dari Allah SWT. Seorang siswa giat belajar karena ingin mendapatkan prestasi yang baik. Seorang yang bekerja keras untuk meraih kesuksesan. Secara garis besar dapat disimpulkan, bahwa arti ikhtiar adalah berusaha sebaik-baiknya dalam hidup. Oleh karena itu, setiap manusia tanpa terkecuali dianjurkan untuk selalu berikhtiar. Tidak peduli anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Ikhtiar akan membawa mereka pada kehidupan yang lebih bersemangat dan jauh dari putus asa. Manfaat Ikhtiar Ikhtiar dalam hidup menjadi sebuah keharusan, terutama bagi mereka yang beragama Islam. Sebab, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikhtiar artinya berusaha sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, hanya dengan berikhtiar seorang muslim bisa mendapatkan hasil yang terbaik dalam hidup baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu dalam agama Islam, ikhtiar ternyata juga mendatangkan banyak manfaat bagi yang melakukannya. Selain itu, ada beberapa manfaat dari melakukan ikhtiar. Adapun beberapa manfaat berikhtiar adalah sebagai berikut Orang yang berikhtiar mempunyai jiwa yang ulet, tekun, dan tidak mudah berputus asa. Orang yang berikhtiar cenderung mandiri karena tidak tergantung pada bantuan orang lain. Lantaran telah berusaha semaksimal mungkin dan telah mencurahkan kemampuan yang dimiliki, orang yang berhasil setelah berikhtiar akan mendapatkan kepuasan luar biasa. Lebih menghargai jerih payah usaha dan proses yang dilalui baik oleh diri sendiri maupun orang lain, sehingga, juga tidak akan mudah memandang orang lain sebelah mata. Orang yang berikhtiar juga akan dipandang istimewa oleh Allah SWT dan orang lain. Perbedaan Ikhtiar dan Tawakal Ikhtiar artinya berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan. Selain ikhtiar, dalam Islam juga dikenal adanya istilah tawakal. Secara umum, istilah tawakal juga mempunyai arti yang berkaitan erat dengan usaha seseorang dalam meraih tujuan. Kendati demikian, ternyata tetap ada perbedaan makna antara ikhtiar dan tawakal. Jika ikhtiar artinya usaha sebaik-baiknya, maka makna tawakal lebih mengacu pada menyerahkan hasil dari keras kita pada Allah SWT. Itu artinya, ikhtiar dan tawakal sebaiknya dilakukan secara satu paket. Dalam mengerjakan sesuatu, seorang muslim wajib berikhtiar kemudian bertawakal. Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT dalam menghadapi atau menunggu hasil dari suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan. Menurut ajaran Islam, tawakal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi, arti tawakal yang sebenarnya menurut ajaran Islam ialah menyerah diri kepada Allah SWT setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang ditetapkan. Tawakal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuan-Nya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tentram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Berikhtiar akan membuat seorang muslim bekerja sebaik-baiknya, mencurahkan kemampuan yang dia miliki. Sementara, bertawakal akan membuat seorang muslim lebih tenang dan ikhlas lantaran telah menyerahkan hasil dari kerja kerasnya pada Allah SWT. Pengertian ikhtiar dari segi bahasa adalah “usaha atau bekerja”. Sedangkan jika ditinjau dari segi istilah, usaha ikhtiar adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan memberdayakan seluruh pemikiran dan zikir untuk dapat mengaktualisasikannya atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah SWT dan juga menempatkan dirinya bagian dari masyarakat yang terbaik khaira ummah. Dengan kata lain, dengan berikhtiar, manusia dapat memanusiakan dirinya. Hampir disetiap taraf dan sudut kehidupan, Anda akan menyaksikan betapa banyaknya orang yang bekerja dalam berbagai macam profesi. Dalam melakukan pekerjaan tersebut, tentu saja terdapat sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha ikhtiar yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya tersebut agar mempunyai arti atau bermakna dalam kehidupannya. Bagi seorang muslim, dalam berusaha haruslah mempunyai visi dan misi yang jelas, yakni tidak bekerja asal-asalan. Namun, pandangan tersebut sungguh sangat jelas tertanam dengan sangat kokohnya dalam diri setiap pribadi Muslim sehingga ia akan membuat suatu perencanaan bahwa setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan penuh semangat dan antusias. Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang mengisyaratkan agar manusia berusaha ikhtiar dalam kehidupannya. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi yaitu Artinya “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah SWT dan ingatlah Allah SWT banyak-banyak supaya kamu beruntung.” al-Jum’āh 10. Dari keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk tampil berusaha ikhtiar sebagai pekerja dalam rangka mencapai keberuntungan hidup di dunia ini, di samping tidak meninggalkan atau mengabaikan amalan untuk kesiapan hidup di akhirat nantinya, salah satunya dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian pembahasan tentang pengertian ikhtiar, hingga ciri-ciri orang yang berikhtiar. Semoga semua pembahasan di atas bermanfaat untuk kamu. Jika kamu ingin mencari buku tentang Islam, maka bisa mendapatkannya di Sebagai SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi LebihDenganMembaca. Penulis Yufi Cantika Sukma Ilahiah BACA JUGA Macam-Macam Takdir dan Contohnya Contoh Takdir yang Bisa Diubah dan Tidak Bisa Diubah Pengertian Optimis, Ciri-Ciri dan 5 Manfaatnya Ketahui Arti Menuntut Ilmu, Kewajiban, serta Keutamaannya Doa Minta Jodoh dan Amalan untuk Mempercepat Datangnya Jodoh Memahami Doa Kesembuhan untuk Diri Sendiri dan Orang Sakit ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan†Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan†Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan†Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember.
Apa yang kamu lakukan ketika sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang kamu inginkan? Mungkin, beberapa di antara kamu sering menunggu hasil dengan perasaan cemas tak karuan yang bikin diri sendiri gak nyaman. Oleh karena itu, ada tips sederhana namun sering terlupakan bagi kamu yang sudah berusaha dengan maksimal, yaitu dengan mengembangkan sikap pasrah setelah berusaha semaksimal mungkin. Ingat, pasrah yang dimaksud disini adalah suatu sikap atau perasaanmu yang sudah terbebaskan dari hasil apapun yang akan kamu terima, tentunya sesudah berusaha dan bukan bermalas-malasan ya. Jadi, yuk kita simak dulu 5 alasan kenapa sebaiknya kamu bersikap pasrah setelah melakukan usaha dengan segenap hati. 1. Tidak semua hal berada dalam kendali kita Sebagai manusia biasa, terlepas dari sebanyak apapun usaha yang sudah kita lakukan kita tetap tidak bisa mengendalikan semua hal dalam hidup. Memang, usaha seseorang biasanya menentukan seberapa baik hasil yang ia akan diterima. Tapi, tentu realita hidup tidak selalu seperti itu bukan? Percayakan segenap usaha yang sudah kamu lakukan kepada Tuhan, percayalah hasil apapun yang kamu terima adalah untuk kebaikanmu sendiri. Kalau berhasil ya bersyukurlah, kalaupun gagal mungkin ada pelajaran yang bisa kamu petik dari kegagalan tersebut yang pastinya untuk memperbaiki kesalahan agar lebih baik lagi kedepannya. Setuju bukan? 2. Menghindari rasa kecewa yang berlebihan Pidvalnyi Pentingnya mengembangkan sikap pasrah setelah berusaha dengan maksimal adalah untuk menghindari rasa sakit dan kecewa akibat hasil yang mungkin tidak kita inginkan. Kalau kamu sudah pasrah, maka ketika hasil yang didapat tidak sesuai pun kamu bisa lebih santai dan tenang menghadapinya meskipun dalam hati kecilmu masih ada rasa kecewa. Tapi, setidaknya lebih baik daripada bersungut-sungut bukan? 3. Belajar untuk menerima Tướng Quân Berkaitan dengan poin sebelumnya, selain menghindari kekecewaan yang berlebihan akibat kegagalan setelah berusaha, kamu bisa mulai belajar untuk menerima. Ya, dalam hidup tidak semua keinginan kita bisa terwujud meskipun sudah berusaha dengan maksimal. Jadi, dengan penerimaan diri kamu tidak akan menyalahkan diri sendiri maupun orang lain dan tentunya hati kamu akan terasa lebih damai tanpa terikat dengan kesedihan maupun kekecewaan yang berlebihan. Baca Juga Meski Dari Keluarga Miskin, Perjuangan 7 Idol Korea Ini Jadi Inspirasi four. Sebagai indikator bahwa kamu telah berusaha dengan segenap hati Furtado Nah, seringkali orang bertanya-tanya apakah usaha yang ia lakukan masih kurang sehingga tidak membuahkan hasil sesuai yang diharapkan. Padahal, seperti yang sudah dijelaskan pada poin di atas bahwa tidak semua hal berada dalam kendali kita. Jadi, kalau kamu sudah terbiasa bersikap pasrah ketika sudah berusaha dengan segenap hati maka kamu akan tahu bahwa kamu sudah berusaha dengan baik dan bisa lebih menghargai dirimu sendiri. Jadi, mulai sekarang latihlah dirimu berusaha maksimal sekaligus pasrah ya! 5. Kalaupun gagal, dengan sikap pasrah maka kamu tidak akan kapok untuk terus berusaha semaksimal mungkin mars Terakhir nih, banyak orang yang sangat takut dan trauma dengan kegagalan akibat berharap terlalu tinggi. Yang terpenting dari sikap pasrah ini adalah kamu benar-benar tidak terikat lagi dengan hasil yang diterima sehingga kalaupun gagal dan mencoba lagi kamu tidak akan terbebani dengan kegagalan sebelumnya. Sehingga, mudah-mudahan kamu bisa lebih optimis dan bahagia ketika sedang berusaha maupun menerima hasil. Itulah kelima alasan kenapa kamu sebaiknya pasrah ketika sudah berusaha dengan semaksimal mungkin. Semoga bermanfaat ya! Baca Juga Perjuangan Perempuan Ilmu Tentang Ikhlas & Pantang Menyerah dari Sri IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis. Source
apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap